puisi emong


 PELAYAR YANG MEMBENCI PELABUHAN

(buat seorang yang menolak kubur karena tak ingin mati)

berlayarlah, berlayarlah
tinggalkan pulau anjing-anjing waktu
telah kukemaskan rindu untuk kau santap
kalau gelombang yang menangisi teka-teki
memukul dinding perahumu

jangan temui pantai yang membenci kenangan!
jangan singgahi dia yang tawarkan masa depan!

bukankah kita sepakat:
“tak ada persimpangan di lautan?”

kepahiang, 27 desember 2006

TENTANG SEBUAH CITA-CITA KECIL

matahari berlari di belakang

tanpa acuh tinggalkan kau

dan hilang di putaran

satu putaran belum kau selesaikan

– seorang anak kecil bikin rumahan

dihiasi angan

diperindah mimpi

digelarnya taman kecil yang marak

menyusun

rumahku belumlah layak

baik kubuka warung kecil

sebagai penambah mimpi”

dan matahari jauh ditinggalkannya

andai seorang ibu mengerti

namun kita lebih butuh kayu baker

tak mungkin tempatkan gubuk kayu

di halaman

walau sekedar mainan angan

matahari meninggalkannya

ketika mimpi tercampak ke api

yang keringkan air mata

dengan rasa percuma

acungkan jari ke dalam kekosongan

bengkulu, desember 1991

PENJAGA MALAM

emong soewandi

adalah tubuh-tubuh tergeletak

di simpang-simpang jalan

di pasar-pasar bisu

di kamar-kamar pelacuran

berkencan sepi

adalah mereka yahg tak percaya matahari

karena dikotori kesibukan siang

berkeringat sepi

sebelum fajar bertengger di kokok jantan

adalah malam berlalu hidup

berlalu sepi

di sudut-sudut sepi

di lorong-lorong sepi

di kamar-kamar sepi

di sepi-sepinya sepi

bengkulu, 27 desember 1991

* Taruna Baru, Medan,

Minggu III, Agustus 1993

RINDU JAUH MENGGAPAI

emong soewandi

berikan arah buat menghadap

dalam keraguan

perjalanan dengan menutup mata

bintang tak dapat lagi ditebak

kelip mercusuar lamur

tapi tak pulau harus dijangkau

dan tanah tak dikenal

tujuannya yang tak pasti

hanya inginkan arah lingkari bumi

tanpa ada terminal

dengan terus menatapnya

yang jadikan luka dan air mata

tanpa sempat berikan waktu

untuk menengadahkan tangan

aku harus mengayuh

dan jaga keolengan perjalanan

membiarkan hati terus bertanya

dan berharap

sebuah kerinduan yang begitu jauh

bengkulu, 25 desember 1993

DALAM BIS LEWAT SEBUAH DESA

emong soewandi

 

tak ada yang berubah

jendela masih transparan buat bercerita

seorang bapak duduk melongo

lewati kebun kopi ditunggu panen

dengan mimpi tentang filem-filem India

habiskan waktu dengan

naik-turunkan sarung

kemudian menguap

menguap ke semua penjuru mimpi

demikian cerita jendela

 

gadis-gadis l-a-la k-i-ki

bersolek setiap hari pesta

cari kutu menunggu lamaran

lambaikan tangan

dan terbalas dengan isapan rokok

seperti kehilangan kegenitan yang lugu

tak kulihat bakul di kepala mereka

habiskan waktu eja-eja merek bedak

kemudian menguap

menguap ke semua penjuru mimpi

demikian cerita jendela

 

seseorang duduk menatap keluar

lewati waktu menggeliat lelah

dengan menghela napas panjang

kemudian menguap, menguap dan tertidur

demikian ini bukan cerita jendela

 

 

Laman Berikutnya »